BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A.
Konsep Dasar
Penyakit
1.
Pengertian Typhus Abdominalis
Demam typoid atau nama lainnya disebut juga typhoid fever, enteric fever,dan typhus abdominalis merupakan penyakit
infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
(Prof. Dr. T. H. Rampengan, SpA, 2007: 46).
Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada usus
halus yang disebabkan oleh Salmonella
Thypii, penyakit ini ditularkan melalui makanan, mulut, minuman yang
terkontaminasi oleh kuman salmonella Thypii.(A. Aziz Alimul Hidayat, 2006
:126).
Berdasarkan kedua pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa Typhus
Abdominalis, atau thypoid dapat disebut juga typhoid fever, enteric fever,dan typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus
yang disebabkan oleh Salmonella Thypii,
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadara
yang ditularkan ditularkan melalui makanan, mulut, minuman yang terkontaminasi
oleh kuman salmonella Thypii.
2. Anatomi
dan Fisiologi Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan
makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkan
untuk diserap oleh tubuh melalui proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan
pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut sampai
anus (Syafuddin, 2006 : 167). Alat-alat pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan.
Saluran pencernaan memanjang mulai dari mulut hingga anus yang
meliputi (Gambar 2.1) :
Gambar
2.1 Anatomi Sistem Pencernaan.
(Sumber
: Syafuddin, 2006 : 167)
1) Mulut
Mulut merupakan bagian pertama dari saluran
pencernaan. Didning kavum oris memiliki struktur untuk fungsi mastikasi dimana
makanan akan dipotong, dihancurkan oleh gigi, dan dilembabkan oleh saliva.
Didalamnya terdapat
gigi, lidah dan kelenjar air liur. Gigi
manusia dilengkapi dengan dua set gigi yang tampak pada masa kehidupan yang
berbeda-beda. Set pertama adalah gigi primer (gigi susu atau desidua), yang
bersifat sementara. Selanjutnya set kedua atau set permanen, menggantikan gigi
primer dan mulai tumbuh pada umur 6 tahun. gigi susu akan berangsur-angsur
tanggal (lepas) pada umur 6 tahun.. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem
pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan
dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan
relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Mulut (oris)
berfungsi untuk memotong makanan, mengunyah makanan, mengaduk makanan, sebagai
alat pengecap dan menelan serta merasakan makanan.
2) Tekak atau Faring
Penghubung rongga
mulut dengan kerongkongan, pada bagian ini terdapat persimpangan antara saluran
pencernaan dan saluran pernapasan.
Faring berfungsi
untuk menelan makanan yang masuk. Gerakan menelan mencegah masuknya makanan
kejalan udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup sementara. Permulaan
menelan, otot mulut dan lidah kontraksi secara bersamaan.didalam lengkung
faring terdapat tonsil yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung
limfosit yang merupakan pertahanan terhadap infeksi.
3) Kerongkongan atau Esofagus
Saluran memanjang
yang menghubungkan tekak dengan lambung atau ventrikel.
Esofagus fungsinya
sama dengan faring yaitu untuk menelan makanan. Didalam esofagus terdapat
sfingter esofagus gastrika, sfingter ini berfungsi untuk mencegah alir balik
isi lambung ke dalam esofagus.
4) Lambung atau gaster/ventrikel
Pembesaran saluran
pencernaan yang membentuk kantong. Lambung merupakan organ otot berongga yang
besar dan berbentuk seperti kacang kedelai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia,
fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkonan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi
untuk menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
5) Usus halus
Usus halus adalah
saluran yang memiliki panjang 12 kaki (± 6 m). Usus halus memanjang dari
pyloric sphincter lambung sampai sphincter
ileocaecal, tempat bersambung dengan usus besar (gambar 2.1). Usus ini
mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris
tengah sekitar 3,8 cm tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya
berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. Usus halus terdiri atas tiga bagian,
yaitu: duodenum, jejunum, ileum.
Duodenum, bagian
terpendek (25 cm), yang dimulai dari pyloric sphincter di perut sampai jejunum.
Berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pancreas
dan duodenal papilla, tempat bermuaranya pancreas dan kantung empedu.
Jejunum memiliki
panjang antara 1,5 m – 1,75 m. Di dalam usus ini, makanan mengalami pencernaan
secara kimiawi oleh enzim yang dihasilkan dinding usus. Getah usus yang
dihasilkan mengandung lendir dan berbagai macam enzim yang dapat memecah
makanan menjadi lebih sederhana. Di dalam jejunum, makanan menjadi bubur yang
lumat dan encer.
Usus penyerapan
(ileum), panjangnya antara 0,75 m – 3,5 m terjadi penyerapan sari–sari makanan.
Permukaan dinding ileum dipenuhi oleh jonjot-jonjot usus/vili. Adanya jonjot
usus mengakibatkan permukaan ileum menjadi semakin luas sehingga penyerapan
makanan dapat berjalan dengan baik.
Dinding lapisan
luar (tunika serosa) adalah membran serosa yaitu peritoneum yang membalut usus
dengan erat dan membran mukosa ini membatasi dinding abdomen dan rongga pelvis.
Lapisan otot polos
terdiri atas 2 lapisan serabut, lapisan luar yang memanjang (longitudinal) dan
lapisan dalam yang melingkar (serabut sirkuler). Kontraksi otot polos dan
bentuk peristaltic usus yang turut serta dalam proses pencernaan mekanis,
pencampuran makanan dengan enzim-enzim pencernaan dan pergerakkan makanan
sepanjang saluran pencernaan.
Submukosa terdiri
dari jaringan ikat yang mengandung syaraf otonom, yaitu plexus of meissner yang
mengatur kontraksi muskularis mukosa dan sekresi dari mukosa saluran
pencernaan.
Mukosa dalam
terdiri dari epitel selapis kolumner goblet yang mensekresi getah usus halus
(intestinal juice). Intestinal juice merupakan kombinasi cairan yang
disekresikan oleh kelenjar-kelenjar usus (glandula intestinalis) dari duodenum,
jejunum, dan ileum.
Usus halus berfungsi untuk :
a) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk
diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe
b) Menyerap protein dalam bentuk asam amino
c) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
d) Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang
berfungsi sebagai enzim pencernaan
6) Usus besar
Terdiri atas usus tebal
atau kolon dan poros usus atau rectum. Usus besar terdiri dari : Kolon asendens
(kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid (berhubungan
dengan rektum).
Usus besar berfungsi
untuk menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, dan tempat feces.
7) Rektum dan Anus
Rektum adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Anus merupakan lubang di ujung
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.
Rektum berfungsi sebagai tempat
penampungan feses sebelum akhirnya di keluarkan melalui anus. Sedangkan anus
berfungsi sebagai saluran pembuangan akhir feses.
(Syaifuddin, 2006 : 174)
3. Etiologi Typhus Abdominalis
Menurut Prof. Dr.
T. H. Rampengan, SpA penyakit Typhus Abdominalis
disebabkan oleh kuman Salmonella
thyposa/Eberthella typhosa basil gram negatif, motil, yang bergerak dengan
rambut getar dan tidak menghasilkan spora dengan masa inkubasi 10-20 hari.
Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia. Kuman ini
dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah
sedikit serta mati pada suhu 700C maupun oleh antiseptik. Sampai
saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam
antigen, yaitu :
a.
Antigen O : Onne Hauch : Somatik antigen (tidak menyebar)
b.
Antigen H : Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil
c.
Antigen V1 : kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh
kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut Aglutinin.
Ada pula
faktor-faktor yang menyebabkan typhoid diantaranya :
1)
Faktor presipitasi
Makanan yang tercemar oleh salmonella
typhoid yang dapat menular dengan mudah melalui 5F yaitu : Food
(makanan), Finger (jari tangan), fly (lalat), Feces dan fomitus (muntah).
2)
Faktor predisposisi
a)
Minum air mentah
b)
Makan yang tidak bersih dan pedas
c)
Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari toilet dan
menyiapkan makanan.
4. Patofisiologi
Penularan
salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F
yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat
menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat
ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang
akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu
masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu.
Kuman salmonella
masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus yang melepaskan zat pirogen dan
menimbulkan infeksi. Infeksi ini bisa merangsang pusat mual dan
muntah di medulla oblongata dan akan mensekresi asam lambung berlebih sehingga
mengakibatkan mual dan timbul nafsu makan berkurang. Apabila nafsu makan
berkurang maka terjadi intake nutrisi tidak adekuat dan terjadi perubahan
nutrisi. Selain itu juga kuman yang masih hidup akan masuk ke
jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman
masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan menuju sel-sel
retikuloendotelial, hati, limfa dan organ-organ lainnya (Suriadi, 2006 : 254).
Basil kemudian
masuk kedalam peredaran darah melalui pembuluh limpe sampai di organ-organ
terutama hati dan limpa. Basil yang masuk ke peredaran darah akan mengeluarkan
endotoksin sehingga menimbulkan demam dan terjadi gangguan termoregulasi tubuh.
Dari demam tadi akan menimbulkan diaporesis sehingga terjadi proses kehilangan
cairan berlebih. Kehilangan cairan juga dapat meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi peningkatan absorbsi usus dan merangsang
peningkatan motilitas usus. Basil yang tidak dihancurkan juga akan berkembang
biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai
nyeri pada perabaan. Kemudian basil akan kembali masuk kedalam darah dan
menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus,
menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyer, tukak tersebut dapat mengakibatkan resiko komplikasi
perdarahan, perforasi usus dan nekrosis jaringan. Keadaan tersebut mengharuskan
klien untuk bedrest total sehingga ADL dibantu agar terpenuhi personal
hygiene klien dan gangguan aktivitas. Selain itu juga kondisi sakit
akan menimbulkan efek hospitalisasi dan mengakibatkan rasa cemas pada klien dan
keluarga. (Ngastiyah, 2005).
Typhus Abdominalis dapat bersifat intermitten
(sementara), remiten (kambuh), dan continue
(terus-menerus) tergantung dari periode terjadinya demam. Demam seringkali
menyebabkan perasaan tidak nyaman dan meniggalkan kehilangan cairan yang
berlebihan lewat keringat serta udara yang ikut dalam udara ekspirasi,
disamping itu pula terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan
menurunnya absorbsi usus sehingga tekanan koloid ekstra sel meningkat,
akibatnya cairan berpindah dari intra sel ke ekstra sel. Peningkatan cairan
dapat merangsang peningkatan motilitas untuk mengeluarkan kelebihan cairan dan
akhirnya timbulah diare. Timbulnya diare akan mengakibatkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Disamping menimbulkan gejala
diare, salah satu gejala typhoid adalah timbulnya obstipasi. Hal ini terjadi
endoktosin bekerja menghambat saraf enterik
sehingga motilitas usus terhambat.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada bagan modifikasi
patofisiologi typhus abdominalis berikut ini
Masuknya Salmonella Typhosa
Melalui Mulut ke Saluran
Cerna
Sebagian Kuman Sebagian Masuk Usus Halus
Dimusnahkan Oleh Asam Lambung
Invasi
Salmonella di Usus
Adanya Proses
Penyakit Masuk ke Kelenjar Limfoid Melepaskan Zat Pirogen
(Berkembang biak)
Informasi Kurang
Menyerang Vili Usus Halus
Persepsi Salah Merangsang Pusat
Masuk
ke Peredaran Darah Mual&Muntah Di
Kurang Pengetahuan (Menuju Sel-sel
Retikuloendotelial) Medula Oblongata
Bakteri Melepaskan Pembesaran pada
Endotoksin Hati&Limfa Sekresi Asam
Demam Lambung Meningkat Kuman
Kembali Nyeri Pada
Peredaran
Darah Perabaan
Diaporesis Mual
Kelenjar Limfoid Usus Halus
Kehilangan
Cairan Berlebih Anoreksia
Tukak (plek peyer)
Peningkatan
Permeabilitas Intake Nutrisi
Kapiler Tidak Adekuat
Meningkatkan
Absorbsi Usus Perdarahan,
Perforasi Bedrest Total
Nekrosis Jaringan
Peningkatan
Tek. Koloid Kondisi
sakit ADL dibantu
Ekstra Sel Di
RS
Efek Hospitalisasi
Peningkatan
Cairan
diEkstra Sel
Merangsang
Peningkatan
Motilitas Usus
|
Gang.
Termogulasi
|
Infeksi
|
Cemas
|
Resiko
tinggi gangguan Keseimbangan Cairan
|
Defisit
Perawatan
Diri
|
Perubahan
Nutrisi
|
Resti Komplikasi
|
Resti
Penularan
|
(Sumber :
Suriadi dan Ngastiyah)
5. Gambaran
Klinis
Gambaran klinis Typhus Abdominalis
pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari.
Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Walaupun gejala penyakit Typhus
Abdominalis pada anak lebih bervariasi, secara garis besar gejala-gejala
yang timbul dapat dikelompokan :
a.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala, prodromal, yaitu perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan
kurang.
b.
Demam yang terlalu tinggi berlangsung selama 3 minggu
1)
Minggu pertama : suhu tubuh
berangsur-angsur naik (38,8OC-40OC), biasnya meningkat
pada sore dan malam hari dan menurun pada pagi hari.
2)
Minggu ke 2 : suhu tubuh terus meningkat
3)
Minggu ke 3 : suhu tubuh berangsur-angsur turun dan kembali normal
c.
Gangguan saluran pencernaan,
1)
Pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap
2)
Bibir kering dan pecah-pecah
3)
Lidah tertutup selaput putih,
kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.
4)
Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung.
5)
Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan
6)
Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
7)
Stadium akhir bisa terjadi perforasi usus
8)
Splenomegali yang disertai nyeri pada perabaan. Limfa umumnya membesar
dan sering ditemukan pada akhir minggu pertama dan harus dibedakan dengan
pembesaran oleh karena malaria. Pembesaran limpa pada penyakit ini tidak
progresif dengan konsisten lebih lunak.
d.
Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam
yaitu apatis sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah. Pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama
demam. Kadang-kadang ditemukan bradikardia dan epistaksis pada anak besar.
e.
Bintik-bintik kemerahan pada kulit (roseola)
akibat embolibasil dalam kapiler. Roseola (bintik kemerahan) lebih sering
terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua merupakan suatu nodul
kecil sedikit menonjol dengan diameter 2-4 mm, berwarna merah pucat serta
hilang pada penekanan. Roseola ini merupakan emboli kuman dimana di dalamnya
mengandung kuman salmonella dan terutama didapatkan di daerah perut,
dada, dan kadang-kadang dipantat maupun bagian flexor di lengan atas.
(Ngastiyah, 2005 : 237).
6. Komplikasi Typhus Abdominalis
a.
Komplikasi pada usus halus umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi
sering fatal.
1)
Perdarahan usus
Bila sedikit
hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika
perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda
renjatan.
2)
Perforasi usus
Timbul
biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal
ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila
terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat
udara diantara hati dan diafragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak.
3)
Peritonitis
Biasanya
disertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala
abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang, perut
kembung, suara bising usus melemah dan pekak hati berkurang.
b.
Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat
sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan
lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.
(Ngastiyah, 2005 : 237).
7. Pemeriksaan Diagnostik
A. Pemeriksaan
bakteriologis
Diagnosis pasti dengan ditemukan kuman Salmonella typhosa pada salah satu
biakan darah, feses, urine, sumsum tulang ataupun cairan duedenum. Waktu
pengambilan sample sangat menentukan keberhasilan pemeriksaan bakteriologis
tersebut. Misalnya biakan darah biasanya positif pada minggu pertama perjalanan
penyakit, biakan feses dan urine positif biasanya pada minggu kedua dan ketiga,
biakan sumsum tulang paling baik karena tidak dipengaruhi waktu pengambilan
ataipun pemberian antibiotik sebelumnya.
Hasil pemeriksaan biakan positif dari
sampel darah penderita digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan hasil
pemeriksaan biakan negatif dua kali berturut-turut pemeriksaan feses atau urine
digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah sembuh atau belum atau karier.
B. Pemeriksaan serologis
a.
Darah tepi
Pada
penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis
biasanya normal atau sedikit, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis
relatif, terutama pada fase lanjut.
b.
Pemeriksaan widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi
aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda
terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang
sama sehingga terjadi aglutinasi. Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
typhi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang
pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid.
Dari beberapa laporan, tiap rumah sakit mempunyai nilai standar Widal
tersendiri sehingga tes Widal tersebut diharapkan mempunyai nilai diagnostik
untuk membantu menegakkan dignosis.
-
Surabaya, titer widal 1/200
-
Yogyakarta 1/160
-
Manado 1/80
-
Jakarta 1/40
Titer widal
biasanya angka kelipatan : 1/32, 1/64, 1/320, 1/640
(Suriadi, 2006 : 283, Ngastiyah, 2005 : 238, T. H. Rampengan 2007 : 54).
8. Manajemen Pengobatan
Dalam manajemen
medik untuk penderita typhus abdominalis mencakup 3 hal
yaitu :
a. Perawatan
Pasien typhus abdominalis perlu dirawat di
rumah sakit untuk isolasi dan pengawasan pengobatan (Syaifullah, 1999 : 439).
1)
Pasien istirahat total/baringan di tempat tidur, sampai minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadimya komplikasi perdarahan usus atau perforasi. Mobilisasi
dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi penderita.
2)
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tidur harus dirubah-rubah
sewaktu-waktu untuk menghindari komplikasi pneumoni baringan/pneumoni
hipostasis dan dekubitus.
3)
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi urine.
4)
Pengukuran suhu badan harus diperhatikan, kalau-kalau terjadi penurunan
yang kritis dimana nadi naik, suhu turun (merupakan gejala terjadinya perforasi
atau perdarahan usus)
5)
Perkembangan panas dapat mencapai 400C, dalam keadaan ini perlu mendapat
minum yang cukup untuk mengimbangi keseimbangan cairan dan lakukan kompres
dingin.
6)
Intake out put untuk melihat perkembangan data keseimbangan cairan
b. Diet
1)
Makanan untuk
penderita typhus abdominalis
adalah makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan penderita
dengan memperhatikan segi kualitas ataupun kuantitas dapat diberikan dengan
aman
2)
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan
makanan yang tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas.
3)
Makanan cair
dan padat diberikan secara bertahap dengan syarat mudah dicerna, tidak
merangsang, dan cukup gizi.
4)
Kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung.
Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak dengan tujuan agar tidak merusak plaks peyer yang membesar atau menipis dan mencegah perforasi sarta perdarahan.
(Ngastiyah,
2005 : 239)
c. Pengobatan
Jenis obat yang
biasa digunakan untuk mengobati penderita typhus abdominalis yaitu :
1) Kloramfenikol
Merupakan obat antimikroba pilihan
utama untuk typhus abdominalis. Pemberian kloramfenikol dengan dosis
tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/hari (maksimum 2 gram per hari) diberikan 4 kali
sehari peroral atau intravena.
2) Tiamfenikol
Dosis dan
efektifitas tiamfenikol pada typhus abdominalis demam hampir sama dengan kloramfenikol. Dengan
tiamfenikol demam turun setelah rata-rata 5-6 hari. Dosis oral yang dianjurkan
50-100 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari.
3) Kotrimoksazol
Efektifitasnya kurang lehih sama dengan kloramfenikol
digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprin dan
400 mg sulfa metoksazol)
4) Ampisilin dan Amoksilin
Indikasi mutlak
penggunaannya adalah pasien typhus abdominalis dengan leucopenia. Dosis yang
dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kg
berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan ampisilin atau
amoksilin demam pada typhus abdominalis turun rata-rata setelah 7-9 hari
5) Sefalosforin generasi ketiga
Golongan sefalosforin golongan ketiga
yang terbukti efektif untuk penyakit typhus abdominalis adalah
seftiakson, dosis yang dianjurkan adalah 3-4 gram dalam dektrosa 100 cc
diberikan selama setengah jam perinfus
sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari.
(Rampengan, 2008 : 58-62).
9.
Dampak
Terhadap Sistem Tubuh Lain
a. Sistem Persyarafan
Klien dengan
penyakit typhus abdominalis ini dapat
mengakibatkan terjadinya peradangan oleh bakteri yang mengenai seluruh organ
tubuh melalui pembuluh limfa diantaranya, saraf pusat atau otak. Dan hal ini
dapat menyebabkan menurunnya kesadaran klien dari apatis, somnolen hingga sopor
apabila penyakit tersebut terlambat dalam penanganannya (Ngastiyah, 2005 :
237).
b. Sistem Kardiovaskuler
Kuman salmonella masuk kedalam usus halus dan berkembang biak. Bila
respon imunitas humoral mukosa (Ig A) usus kurang baik maka kuman menembus sel
epitel (terutama sel M) dan selanjutnya kelamina propia. Dilamina propia kuman di fagosit oleh
sel-sel fagosit terutama makrophage. Makrophage pada penderita akan
menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines, selanjutnya monokines ini
dapat menyebabkan instabilitas vaskuler dan mengakibatkan adanya gangguan
sirkulasi yaitu perubahan tanda-tanda vital seperti bradikardi pada perabaan
nadi (Rampengan 2008 : 63).
c. Sistem Pernafasan
Jika
klien dalam keadaan demam biasanya frekuensi dan kedalaman nafas meningkat.
Peningkatan tersebut dapat juga terjadi akibat nyeri karena peradangan usus
halus. Hal ini merangsang sinyal dari sumsum tulang belakang dihantarkan
melalui dua jalur yaitu spinal thalamus traktus (STT) ke spinal respiratori
traktus (SRT), dari spinal respiratori traktus dihantarkan ke medulla oblongata
hingga mengakibatkan neural inspiratory yang akan meningkatkan frekuensi nafas
(Mansyur, 2002 : 42).
d. Sistem Muskuloskeletal
Pada typhus abdominalis kemungkinan akan
terjadi keluhan yang berhubungan dengan sistem musculoskeletal berupa nyeri
otot, kelemahan fisik akibat produksi makrophage yang menghasilkan monokises
yang mengakibatkan nekrosis seluler. Biasanya klien mengalami osteomielitis
yang disebabkan oleh bakteri yang masuk pada jaringan tulang melalui pembuluh
darah (Rampengan : 2008 : 56)
e. Sistem Perkemihan
Pada penderita typhus abdominalis ini biasanya terjadi
peningkatan suhu tubuh sehingga akan mengakibatkan terjadinya diaforesis yang
berlebih lewat keringat akibatnya penderita biasanya lebih banyak minum dan ini
akan meningkatkan kerja ginjal, sehingga klin akan sering mengalami BAK (Ngastiyah,
2005 : 237).
f. Sistem Integumen
Klien dengan
penyakit typhus abdominalis ini dapat
terjadi kerusakan integritas kulit seperti lesi. Hal ini disebabkan karena
klien mengalami bedrest. Selain itu emboli basil dalam kapiler kulit terutama
pada daerah punggung dan anggota gerak dapat ditemukan adanya roseola yaitu
berupa bintik-bintik kemerahan yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam
(Ngastiyah, 2005 : 237).
g. Sistem Pencernaan
Bakteri masuk
kemulut melalui makanan yang mengakibatkan terjadinya peradangan pada usus,
selain itu juga bakteri masuk melalui aliran darah sistemik lalu masuk organ
hati yang pada akhirnya menyebabkan peradangan pada hati dan limpa. Pada sistem
pencernaan akan didapatkan pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated
tongue), ujung tepinya kemerahan jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai
nyeri daerah perut, konstipasi, diare atau bisa juga normal disamping itu
disertai mual, muntah, dan anoreksia. Pada klien dengan typhus abdominalis akan terjadi
keluhan mual, muntah, anorexia dan perasaan tidak enak di perut (Ngastiyah,
2005 : 238)
B. Konsep Dasar Anak Usia Sekolah (usia 6 tahun)
1.
Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah
Pertumbuhan dan
perkembangan setiap anak tidak sama karena banyak faktor yang memepengaruhi
baik dari dalam diri anak maupun dari lingkungannya. Pengaruh tersebut mencakup
faktor genetik, faktor lingkungan, seperti kondisi pranatal, pengaruh budaya
lingkungan, status sosial dan ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca,
olahraga/latihan fisik, posisi anak dalam keluarga. Faktor internal, seperti
kecerdasan, pengaruh hormonal terutama hormon somatotropik dan hormon tiroid
yang menstimulasi metabolisme tubuh, serta pengaruh emosi orang tua terutama
ibu (Supartini, 2000 : 66).
a)
Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah
perubahan pada kuantitas yang maknanya terjadi perubahan pada jumlah dan ukuran
sel tubuh yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh
bagian tubuh (Supartini, 2004 : 49).
Beberapa pengukuran antropometri yang paling sering digunakan untuk
menentukan keadaan pertumbuhan pada anak usia sekolah adalah :
1)
Berat badan
Rumus yang
dapat digunakan untuk penghitungan berat badan anak usia sekolah (6 tahun) yang
dikutip Nursalam (2005) dari Behram adalah : Umur (tahun) x 2 + 8
6 x 2 + 8 = 20 kg
Berdasarkan
rumus diatas dapat diketahui berat badan pada anak usia sekolah 6 tahun adalah
20 kg.
Rata-rata
berat badan anak usia 6 tahun mencapai 21 kg
2)
Tinggi badan
Rumus yang
digunakan untuk perhitungan tinggi badan anak usia sekolah adalah (Umur x 6) +
77
Berdasarkan
rumus diatas dapat diketahui tinggi badan pada anak usia sekolah 6 tahun adalah
6 x 6 + 77 = 113 cm
Rata-rata tinggi anak usia 6 tahun adalah 112,5 cm
3)
Lingkar lengan atas
Menurut Elly Nurahman (2000 : 56)
lingkar lengan atas untuk perempuan dan laki-laki usia 6 tahun pada nilai
standar 100% berada pada ukuran 17,25 - 21,25, sedangkan pada standar 85% pada
ukuran 14,75 – 18,0, merupakan batas gizi baik dan pada standar 80% berada pada
ukuran 13,75 – 17,0 merupakan gizi buruk.
4)
Gigi
Jumlah gigi
pada usia 6 tahun sudah lengkap yaitu 20 buah gigi susu terdiri dari 2 gusi
seeri sentral bawah, 4 gigi seri sentral atas, 2 gigi seri lateral bawah, 4
gigi geraham ke 1, 4 gigi carimus, 4 gigi geraham ke 2.
Status gizi menurut DEPKES
BB seharusnya
Keterangan : < 60% :
Malnutrisi
60-80%
: Nutrisi sedang
80-120% : Nutrisi normal
Kebutuhan
cairan
-
100 cc untuk 10 kg berat badan pertama
-
50 cc untuk 10 kg berat badan kedua
-
20 cc untuk berat badan selanjutnya
b)
Perkembangan
Perkembangan adalah
bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai
hasil dari proses pematangan (Ngastiyah, 2005 : 1).
Perkembangan normal
anak usia sekolah menurut Wong (2004 : 198) sebagai berikut :
(1) Mental
(a) Menulis cerita singkat
(b) Masuk kelas lima sampai enam
(c) Menulis surat pendek biasa kepada teman atau
saudaranya
(d) Menggunakan telepon untuk tujuan praktis
(e) Berespon terhadap majalah, radio atau iklan lain
(f) Membaca untuk mendapat informasi praktis atau
kenikmatan sendiri baik yang dipinjamnya diperpustakan
(2) Adaptif
(a) Membuat artikel bermanfaat dan melakukan pekerjaan
perbaikan yang mudah
(b) Memasak atau menjahit dengan cara yang sederhana
(c) Memelihara binatang peliharaan
(d) Menyuci dan mengeringkan rambut sendiri
(e) Bertanggung jawab untuk pekerjaan membersihkan
rambut, tetapi memerlukan pengingatan dalam melakukannya
(f) Terkadang tinggal sendiri di rumah
(3) Personal-Sosial
(a) Menyukai teman – teman
(b) Memilih teman dengan lebih selektif dan dapat
mempunyai sahabat
(c) Menyukai percakapan
(d) Mengembangkan minat awal terhadap lawan jenis
(e) Lebih diplomatik
(f) Menyukai keluarga
(g) Menyukai ibu dan ingin menyenangkan keluarga
(h) Menunjukan kasih sayang
(i) Menghormati orang tua
(4) Perkembangan Psikososial
a)
Erikson menyatakan krisi psikososial yang dihadapi anak pada usia 6 dan
12 tahun sebagai “industri versus inferior”
(1) Hubungan dengan orang
terdekat anak meluas hingga mencakup teman sekolah dan guru
(2) Anak usia sekolah secara
normal telah menguasai tiga tugas perkembangan pertama (kerpecayaan, otonomi,
dan inisiatif) dan saat ini berfokus pada penguasaan kepandaian
(3) Perasaan berkembang dari
suatu keinginan untuk pencapaian
(4) Perasaan inferiorotas
dapat tumbuh dari harapan yang tidak realistis atau perasaan gagal dalam
memenuhi standar yang ditetapkan atau orang lain untuk anak, Ketika anak merasa
(5) tidak adekuat rasa
percaya dirinya akan menurun.
b)
Rasa takut dan stresor
(1) Sebagian perasaan takut
yang terjadi sejak masa kanak-kanak awal dapat terselesaikan atau berkurang,
namun anak dapat menyembunyikan rasa takutnya untuk menghindari dikatakan
sebagai “pengecut”
(2) Rasa takut sering
terjadi karena gagal di sekolah, gertakan dan sesuatu yang buruk terjadi pada
orang tua
(3) Stressor yang sering
terjadi
(a) Stresor untuk anak usia
sekolah yang lebih kecil, yaitu dipermalukan, membuat keputusan, membutuhkan
izin/persetujuan, kesepian kemandirian dan lawan jenis
(b) Stresor untuk anak usia
sekolah yang lebih besar yaitu
kematangan seksual, rasa malu, kesehatan, kompetisi, tekanan dari teman sebaya
dan keinginan untuk menggunakan obat-obatan.
(4) Orang tua dan pemberi
asuhan lainnya dpat mengurangi rasa takut anak dengan berkomunikasi secara
empati dan perhatian tanpa menjadi over protektif.
(5) Anak perlu mengetahui
bahwa orang-orang akan mendengar mereka dan memahami perkataannya.
(5) Perkembangan
Psikoseksual
a)
Masa pra remaja dimulai pada akhir usia sekolah, perbedaan pertumbuhan
dan kematangan diantara kedua gender semakin nyata pada masa ini
b)
Pada tahap awal usia sekolah, anak memperoleh lebih banyak pengetahuan
dan sikap mengenai seks selama masa usia sekolah anak menyaring pengetahuan dan
sikap tersebut
c) Pertanyaan mengenai seks
memerlukan jawaban jujur yang berdasarkan tingkat pengalaman anak.
2. Hospitalisasi Anak Usia Sekolah
Hospitalisasi
merupakan suatu proses yang alasannya berencana atau darurat, mengharuskan anak
untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan pearawatan sampai
pemulangannya kembali (Supartini, 2004 : 188).
Perawatan anak usia
sekolah di Rumah Sakit tidak hanya menimbulkan masalah bagi anak, tetapi juga
bagi orang tua. Banyak penelitian membuktikan bahwa perawatan anak di rumah
sakit menimbulkan stress pada orang tua. Berbagai macam perasaan muncul pada
orang tua, yaitu takut, rasa bersalah, stres, dan cemas.
Perawatan anak di
rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya,
yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan.
Kehilangan kontrol juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya
pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada perubahan
peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan
kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya
kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan
dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak sudah mampu
mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika
merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan memegang sesuatu dengan
erat.
Reaksi orang tua
terhadap perawatan anak di rumah sakit dan latar belakang yang menyebabkannya,
yaitu :
a. Perasaan cemas dan takut
Orang tua akan
merasa begitu cemas dan takut terhadap kondisi anaknya. Perasaan tersebut
muncul pada saat orangtua melihat anak mendapat prosedur menyakitkan, seperti
pengambilan darah, injeksi, infus, dilakukan fungsi lumbal dan prosedur invasif
lainnya.
Menurut supartini,
rasa cemas paling dirasakan orangtua pada saat menuggu informasi tentang
diagnosis anaknya, sedangkan rasa takut muncul pada orangtua terutama akibat
takut kehilangan anak pada kondisi sakit yang terminal.
Perilaku yang sering
ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut adalah
sering bertanya atau bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada orang
yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang dan bahkan marah.
b. Perasaan sedih
Perasaan ini muncul
teruatama pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang tua mengetahui tidak
ada harapan lagi anaknya untuk sembuh. pada kondis ini, orangtua menunjukkan
perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2004 : 193).
c. Perasaan frustasi
Pada kondisi anak
yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami perubahan serta
tidak ada kuatnya dukungan psikologis yang diterima orangtua baik dari keluarga
maupun kerabat lainnya maka orangtua akan merasa putus asa, bahkan frustasi.
Oleh karena itu, sering kali orangtua menunjukkan perilaku tidak kooperatif,
putus asa, menolak, tindakan, bahkan menginginkan pulang (Supartini, 2004 :
194).
3. Komunikasi Anak Usia Sekolah
a.
Komunikasi pada anak usia sekolah
Komunikasi pada
anak merupakan bagian penting dalam membangun kepercayaan diri kita dengan
anak. Melalui komunikasi akan terjalin rasa percaya, rasa kasih sayang dan
selanjutnya anak akan merasa memiliki sesuatu penghargaan pada dirinya.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada
usia sekolah ini adalah tetap masih memperhatikan tingkat kemampuan
bahasa anak yaitu gunakan kata sederhana yang spesifik, jelaskan sesuatu yang
membuat ketidak jelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia
ini keingintauan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi maka jelaskan arti fungsi dan
prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ingin ditanyakan secara jelas
dan jangan menyakiti atau mengancam
sebab ini akan membuat anak tidak mampu
berkomunikasi secara efektif.
b.
Komunikasi dengan orang tua
Komunikasi dengan
orang tua adalah sesuatu hal yang penting dalam hal perawatan anak, mengigat
pemberian asuhan keperawatan pada anak selalu melibatkan peran oarang tua yang
memiliki peranan penting dalam mempertahankan komunikasi dengan anak untuk
mendapatkan informasi tentang sering kita mengobservai secara langsung atau
berkomunikasi dengan orangtua. Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan
dalam komunikasi dengan oarang tua diantaranya : Anjurkan orangtua berbicara,
arahkan pokok pembicaraan kita ke fokus sambil memberikan kesempatan pada
orangtua mendengarkan seluruh informasi yang di dapat, bersifat empati dapat
merasakan apa yang dirasakan oleh orang tua, Menyakinkan kembali agar proses
komunikasi dapat diterima pada klien hal
ini adalah orang tua,merumuskan kembali beberapa permasalahan pada klien dan
orang tua, memberikan petunjuk kemungkinan apa yang akan terjadi dan yang
terakhir yaitu menghindari hambatan dalam komunikasi (Supartini, 2004:
77).
C. Konsep Dasar Proses Keperawatan
Proses keperawatan
adalah suatu metode asuhan keperawatan yang ilmiah, logis, sistematis, dinamis
dan terus menerus serta berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan
klien. Proses perawatan profesional diberikan kepada individu, keluarga atau
masyarakat dalam rangka mencapai kesehatan yang optimal secara holistik dengan
memperhatikan kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual (Nursalam, 2009 : 1).
Ada 5 (lima) proses
keperawatan yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, perncanaan, implementasi,
dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian
adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Oleh karena itu pengkajian yang
akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam
merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan
sesuai dengan respon individu (Nursalam, 2009 : 26).
Di
bawah ini pengkajian yang dilakukan pada penyakit Typhus abdominalis
sebagai berikut :
a.
Pengumpulan dan pengelompokan data
1) Identitas
a)
Identitas
anak
Meliputi nama
klien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, alamat, pendidikan, nomor RM,
diagnosa medis, tanggal masuk Rumah Sakit, serta tanggal pengkajian.
b)
Identitas
penanggung jawab
Meliputi nama,
alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan suku bangsa, agama, pendidikan dan
hubungan dengan klien.
2) Riwayat kesehatan keluarga
a) Keluhan utama
Keluhan
utama yaitu keluhan yang terjadi saat dikaji, keluhan yang terdapat pada klien
dengan gangguan thypus abdominalis biasanya demam yang terjadi lebih dari satu
minggu biasanya disertai dengan penurunan nafsu makan, mudah lelah, nyeri
kepala, diare, nyeri pada daerah perut.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan
uraian keluhan utama secara kronologis dengan menggunakan analisa P, Q, R, S,
T, yaitu :
P :
|
Paliatif, propokatif atau penyebab keluhan
utama. Pada klien yang menderita typhus abdominalis biasanya mula-mula anak menderita demam.
demam biasanya bertambah apabila beraktivitas ringan sekalipun, kelelahan,
kurang istirahat dan intake nutrisi, sedangkan demam biasanya berkurang
apabila cukup istirahat, nutrisi yang tepat dan mengkonsumsi obat
antipiretik.
|
Q :
|
Qualitas/ qualitatif yaitu bagaimana gejala
dirasakan dan sejauh mana keluhan dirasakan. Demam yang dirasakan lebih dari
satu minggu yang bersifat remiten (hilang timbul).
|
R :
|
Region (daerah mana saja yang dikeluhkan). Demam
dirasakan pada seluruh tubuh, terutama pada bagian dahi, aksila dan abdomen.
|
S :
|
Severity (yang dapat memperberat dan memperingan
keluhan utama) atau skala. Suhu biasanya dapat mencapai 39-41oC,
|
T :
|
Time atau kapan terjadinya keluhan utama. Demam
biasanya terjadi sore hari dan meninggi pada malam hari dan demam mulai
menurun pada pagi hari.
|
c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Menguraikan tentang
riwayat penyakit klien dimasa lalu, apakah mengalami penyakit yang serupa
antara masa lalu dengan sekarang yang dialami klien.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Menguraiakan
tentang status kesehatan anggota keluarga dengan mengkaji apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang sama ataupun penyakit keturunan.
3) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a) Riwayat Kehamilan
Komplikasi pada
saat kehamilan klien, lamanya kehamilan, imunisasi TT dan infeksi kehamilan,
kunjungan kehamilan, keluhan selama kehamilan, tanggal kelahiran dan jumlah
gravida kesehatan selama kehamilan dan obat-obat yang digunakan selama
kehamilan.
b) Riwayat Persalinan
Klien lahir
prematur atau matur, kondisi klien pada saat lahir, berat klien saat lahir,karena
bial berat berat kurang dari 2500 atau BBLR dapat mempengaruhi daya tahan anak,
panjang klien saat lahir, durasi
persalinan tipe melahirkan, tempat melahirkan dan obat-obatan yang digunakan
ketika melahirkan.
4) Riwayat Imunisasi dan Makanan
c) Imunisasi
Riwayat imunisasi,
menanyakan tentang (usia klien pada saat diimunisasi, jenis imunisasi) dan
reaksi yang diharapkan dan catatan alasan anak belum mendapat imunisasi bila
ada. Catat imunisasi yang telah diberikan yaitu imunisasi BCG 1x, DPT 3x, Polio
4x, Hepatitis B 3x dan Campak 1x.
d) Makanan
Catat pada pertama
kali anak dan pada umur berapa diberikan makanan tambahan. Selain ASI, baik
berupa jenis, porsi dan frekuensi yang diberikan dan tanyakan makanan apa yang
lebih disukai oleh anak.
Kebiasaan anak pada
usia sekolah yaitu biasanya anak sekolah pada umumnya mempunyai nafsu makan
yang baik dan menyukai beberapa makanan yang sederhana masih lebih disukai.
5) Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pengkajian riwayat
pertumbuhan meliputi berat badan, tinggi badan normal, lingkar lengan atas dan
gigi. Sedangkan pengkajian perkembangan meliputi pengkajian terhadap status
mental, adaptif, personal sosial, perkembangan psikososial dan perkembangan
psikoseksual.
6) Pola Kebiasaan Sehari-hari
b) Pola Nutrisi
Pada klien dengan typhus
abdominalis ditemukan perubahan pola nutrisi dimana terdapat penurunan
napsu makan yang dikarenakan mual, perut kembung, dan obstipasi. Berkurangnya
frekwensi makan sehingga asupan nutrisi tidak adekuat.
c) Pola eliminasi
Pola
eliminasi klien dengan typhus abdominalis biasanya sering terjadi
konstipasi tetapi juga dapat terjadi diare atau pun normal seperti biasa.
Konstipasi dan diare bisa terjadi karena adanya kerusakan pada villi usus halus
sehingga absorpsi makanan terganggu. Bila telah terjadi komplikasi perforasi /
perdarahan usus dapat terjadi melena.
d) Pola istirahat dan tidur
Perubahan
pola istirahat tidur dapat terjadi jika anak mengalami nyeri dan demam sehingga
anak menjadi gelisah dan rewel, biasanya kualitas dan kuantitas tidur klien
berkurang.
e) Pola Aktivitas dan latihan
Biasanya
aktivitas klien terbatas hanya ditempat tidur karena kelemahan, sakit yang
dirasakan serta karena program terapi yang mengaharuskan pasien bedrest total.
f) Pola personal
hygiene
Pengkajian
dilakukan dengan menanyakan frekuensi mandi, menyikat gigi, keramas,
menggunting kuku sebelum sakit dan dapat dihubungkan dengan kemampuan untuk
merawat diri yang sudah dapat dilakukan oleh klien.
7) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum, biasanya klien tampak lemah.
b) Tanda tanda vital Nilai normal tanda-tanda vital
untuk anak usia sekolah adalah suhu 36,5 – 37,5 0 C, tekanan darah
100/60 mmHg, respirasi 15-30 x/menit, nadi 55 – 90 x/menit (Hidayat, 2004 :
278).
c) Status gizi dapat ditemukan penurunan berat badan
dari normal.
d) Pemeriksaan Persistem
(1) Kepala
Pemeriksaan
dimulai warna rambut, distribusi
pertumbuhan rambut, kebersihan, dan rambut mudah rontok atau tidak. Klien dengan
typhus abdominalis akan ditemukan klien mengeluh sakit kepala karena
adanya peningkatan suhu tubuh.
(2) Mata
Pemeriksaan meliputi kelopak
mata, konjungtiva, pupil, sklera, lapang pandang, bola mata dan ketajaman
penglihatan. Klien dengan typhus abdominalis akan ditemukan konjungtiva
anemis karena adanya perubahan nutrisi.
(3) Telinga
Pemeriksaan meliputi kebersihan
telinga, sekresi, dan pemeriksaan pendengaran. Klien dengan typhus
abdominalis akan terjadi perdarahan pada kulit dan tempat lain salah
satunya adalah perdarahan pada telinga.
(4) Hidung
Pemeriksaan meliputi kebersihan hidung, sekresi, dan pernapasan cuping
hidung. Klien dengan typhus abdominalis akan ditemukan gejala sesak.
(5) Mulut, lidah, dan gigi
Pemeriksaan meliputi keadaan bibir, mukosa mulut, lidah, tonsil, jumlah
gigi, karies, gusi, dan kebersihan gigi. Klien typhus abdominalis akan ditemukan mukosa mulut tampak kotor,
bibir kering, nyeri tekan pada abdomen.
(6) Leher
Pemeriksaan meliputi pembesaran kelenjar getah bening, limfa, tyroid, posisi
trachea. Klien dengan typhus abdominalis akan ditemukan pembesaran pada
kelenjar getah bening.
(7) Dada
Pemeriksaan meliputi bentuk dada, ekspansi dada, pergerakan dada
(frekuensi, irama, kedalaman), nada, kualitas, bunyi, dan vibrasi yang
dihasilkan, dengarkan suara nafas, suara nafas tambahan, dan suara jantung. Klien typhus andominalis biasanya frekuensi nafas dan pola nafas meningkat
dan dangkal dengan irama ireguler.
(8) Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi : bentuk, warna, lesi, dengarkan frekuensi,
nada, dan intensitas bising usus, rasakan adanya spasme otot, nyeri tekan, dan
adanya massa. Klien dengan typhus abdominalis akan merasa mual dan
muntah, nafsu makan berkurang, sakit ulu hati, adanya nyeri tekan pada abdomen,
terjadi diare atau konstipasi, turgor kulit < dari 3 detik dikarenakan
adanya gangguan kekurangan cairan.
(9) Punggung dan bokong
Pemeriksaan pada punggung dan bokong meliputi : bentuk punggung dan
bokong, warna, kebersihan, dan lesi. Pada typhus abdominalis biasanya
ditemukan lesi pada punggung dan bokong akibat tirah baring yang cukup lama.
(10) Pemeriksaan genetalia eksterna
Pemeriksaan pada genitalia yaitu mengkaji kebersihan daerah genitalia
dan sekitarnya. Klien
dengan typhus abdominalis akan ditemukan darah pada urin (hematuria).
(11) Kulit
Pemeriksaan pada kulit meliputi : warna kulit dan perubahan pada kulit
seperti ikterus, kulit kering dan bersisik. Pada punggung dan anggota gerak
dapat ditemukan roseola, yaitu
bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat
ditemukan pada minggu pertama, dapat juga di temukan peningkatan suhu tubuh/
demam.
(12) Ekstremitas atas dan bawah
Pemeriksaan pada
ekstremitas atas dan bawah meliputi : kekuatan otot, range of motion, perabaan
akral, perubahan bentuk tulang, CRT (normal < 3 detik), dan edema pitting. Pada
penderita typhus abdominalis dapat ditemukan keluhan berupa nyeri otot
dan kelemahan fisik (Rampengan : 2008 : 56).
8) Data Penunjang
Dalam pemeriksaan
penunjang ditemukan data pemeriksaan
laboratorium, seperti :
a.
Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosis pasti dengan ditemukan kuman Salmonella typhosa pada salah satu
biakan darah, feses, urine, sumsum tulang ataupun cairan duedenum. Misalnya
biakan darah biasanya positif pada minggu pertama perjalanan penyakit, biakan
feses dan urine positif biasanya pada minggu kedua dan ketiga, biakan sumsum
tulang paling baik karena tidak dipengaruhi waktu pengambilan ataipun pemberian
antibiotik sebelumnya.
Hasil pemeriksaan biakan positif dari
sampel darah penderita digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan hasil
pemeriksaan biakan negatif dua kali berturut-turut pemeriksaan feses atau urine
digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah sembuh atau belum atau karier.
b.
Pemeriksaan serologis
1.
Darah tepi
Pada penderita demam tifoid bisa
didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin
didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit,
mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase
lanjut.
2.
Pemeriksaan widal
Peningkatan titer uji widal empat kali
lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis typhus abdominalis. Didapatkan
titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih sedangkan titer terhadap
antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menengakkan
diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau
bila penderita telah lama sembuh.
a) Pemeriksaan Kultur (biakan empedu)
Terdapatnya basil salmonella
typhosa dalam urin dan tinja.
(Suriadi, 2006
: 256).
9) Pengobatan
Diit, perawatan dan
pemberian obat, obat yang diberikan diantaranya : kloramphenikol, tiamphenikol,
kotrimoksazol, ampisillin, amoksillin dan sefalosforin generasi ketiga
(Ngastiyah, 2005 : 239).
b.
Analisa Data
Proses analisa merupakan kegiatan terakhir dari tahap
pengkajian setelah dilakukan pengumpulan data dan validasi data dengan
mengidentivikasi pola atau masalah yang mengalami gangguan yang dimulai dari
pengkajian pola fungsi kesehatan (Hidayat,
2008:104).
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu peryataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dan
individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat
mengiditifikasikan dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2009:59).
Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada klien dengan Typhus Abdominalis menurut Ngastiyah (2004 : 242), Suriadi (2006 : 256) dan Nazirudin (2002 :
332) :
a.
Hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi
b.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan kembung
c.
Risiko tinggi penyebaran infeksi pada
orang lain berhubungan dengan terinfeksinya basil salmonella typhosa, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
d.
Cemas pada anak dan orang tua
berhubungan dengan hospitalisasi
e.
Resiko tinggi komplikasi berhubungan
dengan basil virulen
Diagnosa keperawatan yang lain
mungkin muncul pada klien dengan Typhus Abdominalis menurut
Suriadi (2006 : 256) :
a. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
b. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan
kurangnya intake cairan, peningkatan suhu tubuh
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan istirahat
total
Diagnosa keperawatan yang lain
mungkin muncul pada klien dengan Typhus Abdominalis menurut Nazirudin (2002 : 332)
a. Gangguan pola aktivitas sehari-hari berhubungan
dengan pasien lemah dan bedrest total
b. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
berhubungan dengan sumber informasi tidak adekuat, informasi baru bagi klien.
Berdasarkan
sifat masalah kesehatan klien, diagnosa keperawatan dibedakan atas diagnosa
keperawatan aktual, menggambarkan masalah kesehatan yang sudah ada saat ini atau yang telah ada pada saat pengkajian. Dan diagnosa keperawatan
potensial, menggambarkan bahwa masalah yang nyata akan terjadi bila tidak
dilakukan intervensi keperawatan. Oleh karena itu, diagnosa keperawatan harus
berorientasi pada masalah yang dapat mengancam nyawa dan kebutuhan dasar
manusia berdasar pada teori kebutuhan dasar Abraham maslow, memperhatikan
respon klien terhadap kondisi dan penyakit yang dialaminya. (Nursalam 2001 : 62).
Maka prioritas diagnosa keparawatan
yang mungkin muncul pada klien Typhus
Abdominalis adalah:
a. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak ada nafsu
makan, mual dan kembung
d. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan
kurangnya intake cairan, peningkatan
suhu tubuh
e. Resiko tinggi komplikasi berhubungan dengan basil
virulen
f. Risiko tinggi penyebaran infeksi pada orang lain
berhubungan dengan terinfeksinya basil salmonella typhosa, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
g. Cemas pada anak dan orang tua berhubungan dengan
hospitalisasi
h. Defisit perawatan diri berhubungan dengan
istirahat total
i.
Gangguan pola
aktivitas sehari-hari berhubungan dengan pasien lemah dan bedrest total.
j.
Kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit berhubungan dengan sumber informasi
tidak adekuat, informasi baru bagi klien, kesalahan interpretasi.
3. Perencanaan
Secara tradisional,
rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan dalam menyelesaikan
masalah, tujuan dan intervensi. Perencanaan keperawatan merupakan metode
komunikasi tentang asuhan keperawatan kepada klien, setiap klien yang
memerlukan asuhan keperawatan perlu suatu perencanaan yang baik (Nursalam,
2009:77).
Perencanaan asuhan
keperawatan pada anak dengan Typhus Abdominalis adalah sebagai berikut :
a. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan: Mempertahankan fungsi persepsi
sensori
Kriteria hasil : Anak tidak menunjukan
tanda-tanda penurunan kesadaran yang lebih lanjut
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji status neurologis dengan standar GCS (Glasgow Coma Scale) Normal : 15
E: 4, V:5, M : 6
2. Istirahatkan anak hingga suhu tubuh dan
tanda-tanda vital stabil
3. Hindari aktivitas yang berlebihan
|
1. Mengobsevasi tingkat kesadaran dan berguna jika
telah terjadi komplikasi pada susunan saraf pusat
2. Membantu dalam proses penyembuhan dan mencegah
komplikasi
3.
Meminimalkan
kelelahan dan penggunaan energi yang berlebihan
|
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan: Mempertahankan suhu dalam
batas normal
Kriteria hasil :
1) Anak akan menunjukan tanda-tanda vital dalam batas
normal
2) Suhu : 36,
5°C-37,50C
3) Nadi :
75-120 kali / menit
4) Respirasi : 30 – 40 kali / menit
5) Tekanan Darah : 100 / 60 mmHg
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji pengetahuan keluarga tentang hipertermi
2. Observasi suhu, nadi, tekanan darah, dan
pernafasan
3. Berikan minum yang cukup ± 1800 ml/hari
4. Berikan kompres air biasa dan lakukan tepid
sponge
5. Pakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat
6. Kolaborasi pemberian terapi obat antipireksia
|
1. Sebagai data dasar tentang pengetahuan yang
dimiliki untuk partisipasi mendukung proses perawatan
2. Peningkatan tanda-tanda vital merupakan resiko
terjadinya kurang volume cairan yang tidak terlihat
3. Untuk mengganti cairan yang hilang melalui
proses hipertermi
4. Menurunkan panas melalui evaporasi dan konduksi
5. Mencegah penguapan yang berlebihan karena
peningkatan suhu tubuh
6. Antipireksia berguna dalam menurunkan panas
|
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan kembung
Tujuan : Meningkatkan kebutuhan
nutrisi dan cairan
Kriteria hasil :
1) Anak menunjukan tanda-tanda nutrisi terpenuhi
2) BB stabil (18,5-39,5 kg) ukuran lingkar lengan
normal 17,5-21,25 cm atau menunjukan adanya peningkatan
3) Nafsu makan meningkat
4) Porsi makan
habis
5) Tidak menunjukan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji status gizi
2.
Timbang BB
3.
Izinkan
anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
4.
Berikan
makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi
5.
Anjurkan
orang tua untuk memberikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering
6.
Pertahankan
kebersihan mulut
|
1.
Mengobservasi
penyimpangan dari normal dan mempengaruhi pilihan intervensi
2.
Sebagai
indikator perkembangan anak
3.
Membantu
untuk memenuhi kebutuhan gizi yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan
4.
Untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi
5.
Meminimalkan
anoreksia dan meningkatkan asupan nutrisi
6.
Mengurangi
rasa tidak enak pada mulut
|
d. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan
kurangnya intake cairan, peningkatan suhu tubuh
Tujuan : Mencegah kurangnya volume
cairan
Kriteria hasil :
1) Anak menunjukan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan
cairan
2) Turgor kulit elastis
3) CRT kembali kurang dari 3 detik
4) Mukosa bibir lembab
Intervensi
|
Rasional
|
1. Observasi tanda-tanda vital paling sedikit
setiap 4 jam
2. Monitor tanda-tanda kekurangan volume cairan :
torgor kulit tidak elastis, produksi urin menurun, membran mukosa kering,
bibir pecah-pacah
3. Observasi dan catat intake dan output pada waktu
yang sama
4. Monitor pemberian cairan melalui intravena
setiap jam
|
1. Perubahan tanda-tanda vital dapat menunjukan
adanya proses peradangan
2. Detesi dini terjadinya kekurangan volume cairan
sehingga resiko tidak terjadi
3. Memonitor intake output yang adekuat
4. Berguna dalam keefektipan terafi medik
|
- Resiko tinggi
komplikasi berhubungan dengan basil virulen.
Tujuan : Komplikasi tidak terjadi
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda perdarahan
2) Tidak ada tanda-tanda perporasi, tidak ada tanda-tanda pneumonia.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Pantau tanda-tanda vital, selidiki perubahan
tiba-tiba / penyimpangan
2. Lakukan istirahat mutlak / tirah baring
3. Lakukan perubahan sikap baringnya setiap 3 jam ;
miring kanan miring kiri
4.
Berikan
makanan yang cukup mengandung cairan dan kalori serta rendah serat.
|
1. Perubahan tiba-tiba / penyimpangan tanda-tanda
vital menunjukan adanya komplikasi
2. Memudahkan proses penyembuhan dan menghindari
komplikasi
3. Berbaring terus menyebabkan pneumonia
hipostatik, mengubah sikap baring secara teratur mencegah dekubitus dan
melancarkan aliran darah.
4. Mengurangi kerja usus dan memudahkan absorpsi
nutrisi serta menghindari perlukaan
|
f. Risiko tinggi penyebaran infeksi pada orang lain
berhubungan dengan terinfeksinya basil salmonella typhosa, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Tujuan : Penyebaran infeksi tidak
terjadi
Kriterian hasil :
1) Infeksi tidak menyebar
2) Tidak menunjukan adanya tanda-tanda infeksi
Intervensi
|
Rasional
|
1. Anjurkan untuk mencuci tangan dengan benar
sebelum dan sesudah ontak dengan pasien
2. Intruksikan dengan anggota keluarga dan
pengunjung untuk mencuci tangan
3. Pembuangan feses dan urine harus dibuang kedalam
WC
4. Batasi pengunjung sesuai indikasi
5.
Lakukan
isolasi/tempatkan klien pada ruangan khusus / satukan dengan penyakit yang
serupa
|
1. Efektif berarti menurunkan penyebaran atau
penambahan infeksi
2. Menurunkan resiko penyebaran infeksi
3. Penyebaran infeksi bersumber dari feses / urine
4. Menurunkan pemajanan terhadap phatogen infeksi
lain
5.
Teknik
isolasi diperlukan untuk mencegah penyebaran/ melindungi klien dari proses
infeksi lain
|
- Cemas pada anak
dan orang tua berhubungan dengan hospitalisasi
Tujuan : Anak dan
orang tua tidak menunjukan tanda-tanda cemas, orang tua aktif merawat anaknya
Kriteria
Hasil : cemas teratasi orang tua tampak tenang
Intervensi
|
Rasional
|
1. Anjurkan pada orang tua untuk mengekspresikan
perasaan takut dan cemas, dengarkan keluhan orang tua dan bersikap empati dan
sentuhan terapeutik
2. Gunakan komuniasi terapeutik, kontak mata, sikap
tubuh dan sentuhan
3. Libatkan orang tua dalam perawatan anak
4. Jelaskan kondisi anak, alasan pengobatan dan
perawatan
5. Memberikan rangsangan sensorik dan hiburan yang
tepat untuk anak sesuai dengan tahap perkembangan dan kondisi
|
1. Menurunkan rasa cemas pada orang tua
2. Mengurangi kecemasan
3. Adanya orang tua memberikan rasa aman pada klien
4. Kekhawatiran keluarga mengenai kondisi anak dan
pengobatan anak
5. Suatu objek mainan dan meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan yang optimal
|
- Defisit
perawatan diri berhubungan dengan istirahat total
Tujuan : Kebutuhan perawatan diri
terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Anak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan
kondisi fisik dan tingkat perkembangan anak
2) Klien bersih dan nyaman.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan anak sesuai
dengan tugas perkembangan anak
2. Jelaskan kepada keluarga aktivitas yang dapat
dan tidak dapat dilakukan sehingga demam berangsur-angsur turun
3. Jelaskan pentingnya perawatan diri pada klien
4. Bantu untuk memenuhi kebutuhan dasar anak
5. Libatkan peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan
dasar anak
|
1. Berguna dalam memelihara rencana tindakan
2. Istirahat / tirah baring selam sakit dilakukan
untuk mencegah komplikasi dan mendukung dalam proses penyembuhan
3. Meningkatkan pengetahuan keluarga dan
meningkatkan partisipasi dalam perawatan diri klien
4. Untuk meminimalkan kelelahan dan memberi rasa
nyaman pada klien
5. Meningkatkan partisipasi dan kemandirian
keluarga dalam perawatan klien
|
- Gangguan pola aktivitas
sehari-hari berhubungan dengan pasien lemah dan bedrest total
Tujuan : Dapat melakukan aktivitas
secara bertahap
Kriteria hasil :
1) Pasien (anak) dapat melaksanakan kebutuhan
sehari-hari tanpa bantuan orang lain
2) Keadaan umum pasien baik
Intervensi
|
Rasional
|
1. Bantu kebutuhan aktivitas sehari-hari pasien :
buang air besar, buang air kecil dan personal hygiene dll
2. Kaji respon klien terhadap aktivitas
3. Kaji nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu
4. Ukur tanda-tanda vital segera setelah beraktivitas
5. Kaji tingkat aktivitas klien secara bertahap
|
1. Dengan bantuan tersebut dapat membantu gerakan
yang berat sehingga istirahat dapat terpenuhi
2. Mengetahui respon klien untuk beraktivitas dan
sebagai langkah awal untuk intervensi
selanjutnya
3. Aktivitas berlebihan akan meningkatkan
tanda-tanda vital
4. Merelaksasikan otot-otot tubuh
5. Memberikan peningkatan perkembangan pada klien
dan sebagai stimulasi untuk beraktivitas secara bertahap
|
- Kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit berhubungan dengan sumber
informasi tidak adekuat, informasi baru bagi klien, kesalahan
interpretasi.
Tujuan : Pengetahuan klen dan keluarga
terhadap masalah meningkat.
Kriteria hasil :
Klien dan keluarga dapat mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi/proses penyakit dan pengobatannya, klien dapat
berespon terhadap perawatan yang diberikan.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Berikan kesempatan pada keluarga / klien untuk
menanyakan hal-hal yang ingin diketahui sehubungan dengan penyakitnya.
2. Jelaskan semua prosedur yang dilakukan dan
manfaatnya bagi pasien dan keluarga
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet,
perawatan dan obat-obatan pada pasien / keluarga dengan bahasa dan kata-kata
yang mudah dimengerti
|
1. Keluarga merasa dilibatkan dalam proses dan
menilai sejauh mana pengetahuan keluarga tentang keadaan klien
2. Mengurangi kecemasan klien dan keluarga, mampu
memilih tindakan yang diinginkan, mengurangi risiko akan penolakan terhadap
tindakan prosedur medis.
3. Keluarga mampu mengerti akan perkembangan klien,
penggunaan bahasa yang sesuai memudahkan akan komunikasi dan penerimaan
informasi.
|
4.
Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai
setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing oders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping. Terdapat 3 tahap dalam tindakan keperawatan, yaitu
persiapan, perencanaan dan dokumentasi (Nursalam, 2009 : 127).
Implementasi yang dilakukan pada pasien Typhus Abdominalis ada 3 tahap yaitu perawatan, diit dan
pengobatan.
5.
Evaluasi dan Catatan Perkembangan
a.
Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah
untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan
dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan
(Nursalam, 2009 : 135).
Sehingga evaluasi hasil dari masalah keperawatan adalah :
kebutuhan nutrisi terpenuhi, kebutuhan cairan terpenuhi, trauma fisik tidak
terjadi, kebutuhan ADL terpenuhi dan suhu tubuh normal kembali. Evaluasi dapat
dibagi dua yaitu evaluasi hasil atau formatif dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil sumatif dilakukan dengan membandingkan
respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. Evaluasi
sumatif dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai berikut :
S
|
:
|
Respon Subjektif klien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan.
|
O
|
:
|
Respon Objektif klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.
|
A
|
:
|
Analisa ulang atas subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah muncul masalah baru atau data yang kontradiksi dengan
masalah yang ada.
|
P
|
:
|
Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil
analisa pada respon klien.
|
b.
Catatan Perkembangan
Selanjutnya setelah
evaluasi dilakukan pada hari berikutnya dituliskan dalam catatan perkembangan.
Catatan perkembangan berisikan perkembangan dari tiap-tiap masalah yang telah
dilakukan tindakan dan disusun oleh semua anggota yang terlibat dengan
menambahkan catatan perkembangan pada lembaran yang sama. Catatan dengan
kata-kata dapat dipakai pada pengisian status tentang data yang menonjol dari
tiap masalah atau menggunakan format
S O A P I E R, yaitu :
S
|
:
|
Data Subjektif :
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang
dirasakan, dikeluhkan dan dikemukakan klien.
|
O
|
:
|
Data Objektif :
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh
perawat atau tim kesehatan lain.
|
A
|
:
|
Analisis :
Data subjektif dan objektif dinilai dan
dianalisis, apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran.
|
P
|
:
|
Perencanaan :
Rencana penanganan klien dalam hal ini
didasarkan pada hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan rencana
selanjutnya apabila masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila
rencana awal tidak efektif.
|
I
|
:
|
Implementasi :
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
|
E
|
:
|
Evaluasi :
Evaluasi berisikan penilaian sejauhmana tindakan
dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauhmana masalah bisa teratasi.
|
R
|
:
|
Reassement :
Pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui
proses pengumpulan data subjektif, data objektif dan proses analisisnya.
|
BAB II
TINJAUAN
KASUS DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas klien
a) Identitas Klien
Nama : An. F
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anak Ke : 1
(Satu)
Suku/Bangsa :
Sunda/Indonesia
Agama : Islam
No.RM : A120648
Dx Medis : Typhus Abdominalis
Tgl Masuk Rumah Sakit : 10
Oktober 2012
Tanggal Pengkajian :
11 Oktober 2012
Alamat : Kp. Ciseureuh RT
04 / 05
Karang Tengah Kab. Sukabumi.
b) Identitas keluarga
(1) Ayah
Nama :
Tn. A
Umur :
33tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama :
Islam
Pendidikan : SMA
Alamat :
Kp. Ciseureuh RT 04 / 05
Karang Tengah
Pekerjaan : Wiraswasta
(2) Ibu
Nama :
Ny.M
Umur :
30 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama :
Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat :
Kp. Ciseureuh RT 04 / 05
Karang Tengah Kab. Sukabumi
2) Riwayat Kesehatan
a) Alasan Masuk Rumah Sakit
Ibu klien mengatakan 4 hari sebelum
masuk ke Rumah Sakit pada tanggal 6 Oktober 2012, anaknya demam tinggi.
Kemudian ibu klien membawa klien ke Puskesmas, tetapi demam masih naik turun.
Kemudian satu hari sebelum dibawa kerumah sakit ibu klien mengatakan klien
mengalami mual dan muntah dan pada akhirnya pada tanggal 10 Oktober 2012 di bawa ke Rumah Sakit untuk
mendapatkan tindakan lebih lanjut, dan klien harus dirawat di ruang Tanjung.
b) Keluhan Utama
Klien mengeluh
badannya panas.
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dikaji pada tanggal 11
Oktober 2012, ibu klien mengeluh anaknya masih panas, panas dirasakan diseluruh
tubuh, panas meningkat pada waktu sore dan malam hari, panas menurun pada pagi hari, panas dirasakan
tinggi saat klien belum diberi obat penurun panas dan kompres dan panas
berkurang setelah dilakukan kompres dan minum obat penurun panas. Pada saat
dikaji suhu tubuh klien mencapai 38,70C. Panas disertai pusing,
lemas, mual, tidak nafsu makan, dan
lidah terasa pahit.
d) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada saat dikaji ibu klien mengatakan
klien pernah mengalami sakit kemudian dirawat, dengan diagnosa DHF pada usia 4
tahun yang mengharuskan klien di rawat di Rumah Sakit.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada saat dikaji ibu klien mengatakan
di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang sama seperti klien juga
tidak ada yang mempunyai penyakit menular seperti Tuberkulosis, hepatitis dan
juga tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan seperti asma, diabetes melitus
dan hipertensi.
3) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a) Riwayat Kehamilan
Menurut penuturan ibu klien, klien
merupakan anak ke-1, tidak ada komplikasi selama kehamilan, lama kehamilan 37
minggu, selama hamil ibu klien sering memeriksakan kehamilan ke Puskesmas,
mendapat Imunisasi TT 2x, saat kehamilan trimester I dan II pada bulan ke-2 dan
ke-5, ibu klien tidak meminum obat tambah darah atau vitamin.
b) Riwayat Persalinan
Ibu klien mengatakan klien dilahirkan
secara spontan usia kehamilan 37 minggu dan persalinannya ditolong oleh Bidan,
tidak mengalami penyulit pada saat persalinan dan lahir dalam keadaan sehat,
tidak ada kelainan dan cacat bawaan. BB saat lahir 3 Kg, PB 47 cm.
4) Riwayat Imunisasi dan Makanan
a)
Ibu klien mengatakan klien mendapatkan imunisasi lengkap
di Puskesmas yaitu
No
|
Jadwal imunisasi yang di berikan
|
ket
|
|||||||||||
BCG
|
Polio
|
DPT
|
HB
|
Campak
|
|||||||||
1.
|
ü
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
1
|
2
|
3
|
1
|
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
b)
Menurut ibu klien, klien mendapatkan ASI ekslusif sampai
usia 5 bulan, mendapatkan ASI dan Pasi sampai usia 2 tahun, klien mendapatkan
makanan tambahan seperti nasi, lauk pauk dan sayur sesuai dengan menu keluarga.
5) Riwayat Tumbuh Kembang
a) Pertumbuhan
(1)
Antropometri
Berat Badan Sebelum Sakit :
17 kg
Berat Badan
Sekarang : 16 Kg
Tinggi Badan :
126 cm
LILA : 13 cm
(2)
Status Gizi
(2).
Berat badan normal menurut brehman (1992) yaitu :
Umur (tahun) x 2 + 8= 2n+8
6 tahun x 2 + 8 = 20 kg
(3).
Tinggi badan ideal
Umur (tahun) x 6 + 77
6 tahun x 6 +77 = 113 cm
(4). Status gizi
menurut DEPKES
BB seharusnya 20
Keterangan : < 60% :
Malnutrisi
60-80%
: Nutrisi sedang
80-120% : Nutrisi normal
Menurut DEPKES berat badan An. N
termasuk baik karena nilai batas normal BB baik (80-120 %)
(3)
Kebutuhan Cairan
-
100 cc untuk 10 kg berat badan
pertama
-
50 cc untuk 10 kg berat badan
kedua
-
20 cc untuk berat badan
selanjutnya
Anak umur 6 tahun dengan berat = 16 kg, kebutuhannya
(100 x 10) + ( 50 x 6) = 1300 cc
(100 x 10) + ( 50 x 6) = 1300 cc
(4)
Kehilangan berat badan
BB sebelum sakit
17 kg
Tingkat dehidrasi An. N termasuk
sedang karena kehilangan berat badan antara 5 – 10 %.
b) Perkembangan
(1) Mental
Klien dapat membaca kalimat sederhana,
pada saat ditanya oleh perawat klien sulit berespon, tetapi setiap jawaban yang
diberikan cukup dapat dimengerti.
(2) Adaptif
Klien mengatakan di rumahnya senang
memelihara kucing, klien juga sudah bisa memenuhi sebagian kebutuhannya sendiri
seperti mandi, makan dan minum dan menyisir rambut. Walaupun sebagian besar
masih dibantu oleh orang tuanya.
(3) Personal Sosial
Klien sulit berinteraksi dengan baik.
Menurut ibu klien, klien hanya dekat dengan orang tuanya, kadang klien tidak
mau berkomunikasi dengan orang lain yang tidak dekat dengannya.
(4) Psikoseksual
Klien mampu bersosialisai dengan teman
sebayanya, klien mampu mengenali lawan jenis dan klien mengatakan kurang senang
jika bermain bersama teman perempuan dan lebih senang dengan laki-laki.
6) Pola kebiasaan sehari hari
No
|
Aktivitas
|
Di
rumah sebelum sakit
|
Di RS
Selama Sakit
|
Keluhan
|
1
|
Pola nutrisi
d.
Makan
-
Frekuensi
-
Jenis
-
Porsi
e.
Minum
-
Frekuensi
-
Jenis
-
Jumlah
|
3 kali sehari
Nasi, lauk, sayuran
1 piring
5-6
Air putih
1200
|
3 kali sehari
Bubur
3-4 sendok
6-7
Air putih
1400
|
Ibu klien mengatakan nafsu makan anaknya
berkurang selama sakit, klien mengeluh lidah terasa pahit, dan mual
Ibu klien mengatakan anaknya sering mengeluh
haus
|
2
|
Pola eliminasi
a.
BAB
-
Frekuensi
-
Warna
-
Konsistensi
b.
BAK
-
Frekuensi
-
Warna
-
Konsistensi
-
Jumlah
|
1 kali sehari
Kuning
Lembek
4-5
Kuning
Cair
1250
|
-
-
-
5-6
Kuning
Cair
1500
|
Ibu klien mengatakan anaknya belum BAB selama 4
hari
Tak
|
3
|
Pola Personal
a. Hygiene
- Mandi
- Mencuci
b. Rambut
- Gosok gigi
- Mengganti
c. Pakaian
|
2 kali sehari
3 kali seminggu
2 kali sehari
2 kali sehari
1 kali sehari
|
1 kali sehari
-
2 kali sehari
1 kali sehari
1 kali sehari
|
Ibu klien mengatakan hanya bisa memandikan klien
dengan cara di lap ditempat tidur karena kalien tidak mampu berdiri / ke
kamar mandi.
|
4
|
Istirahat tidur
-
Tidur siang
-
Tidur malam
|
Pukul 20.00 - 6.00
Pukul 12.00 – 13.00
|
21.00- 6.00
13.00-14.00
|
Ibu klien mengatakan lama tidur malam dan siang tidak teratur
karena demam dan gelisah
|
5
|
Pola aktifitas dan bermain
-
Jenis
-
Waktu
|
Sekolah, bermain
08.00-11.00
|
Aktivitas klien terbatas, klien hanya berbaring
ditempat tidur dan masih harus beristirahat total
|
Ibu klien mengatakan klien hanya bisa terbaring
ditempat tidur karena harus bedrest, klien mengeluh lemah, badan dan
otot-ototnya terasa sakit serta tidak kuat untuk berdiri.
|
7) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Persistem
(1) Keadaan umum
Klien tampak lemah, dan pada saat
dikaji klien dalam kondisi sadar.
(2) Mengkaji tanda-tanda vital
TD :
100/70 mmHg R : 27 x/menit
S :38,70C, N : 110 x/menit.
b) Pemeriksaan Persistem
(1)
Kepala
Bentuk
kepala simetris, rambut dan kulit kepala tampak bersih, tidak ada lesi,
distribusi rambut merata, wajah simetris, tidak ada nyeri tekan pada kepala dan
wajah saat di palpasi.
(2)
Mata
Bentuk
mata simetris antara kanan dan kiri, pertumbuhan alis merata,
sklera berwarna putih, konjungtiva berwarna pucat, reflek pupil (+), isokor
diameter 3 mm, tidak ada sekret.
(3)
Hidung
Bentuk
hidung simetris, tampak bersih, tidak ada sekret pada lubang hidung, dan tidak
ada pernafasan cuping hidung.
(4)
Telinga
Bentuk telinga simetris, tampak bersih, tidak ada sekret.
(5)
Mulut
Bentuk
simetris, mukosa bibir
kering, berwarna
merah, pecah-pecah, lidah kotor terdapat selaput berwarna putih, gigi kotor,
kemampuan mengunyah dan menelan baik.
(6)
Leher
Bentuk
asimetris,
tidak ada peningkatan vena jugularis, saat dipalpasi ada nyeri tekan dan ada pembesaran kelenjar getah bening.
(7)
Dada
Bentuk
simetris, tampak bersih, tidak ada retraksi dinding dada, saat di auskultasi
bunyi nafas vasikuler dan bunyi jantung S1 dan S2 terdengar, tidak ada suara
tambahan, saat diperkusi bunyi jantung dulness dan paru sonor.
(8)
Abdomen
Bentuk abdomen bulat, tampak cembung,
dan kembung, tampak bersih, terdapat bintik-bintik kemerahan, tidak
terdapat nyeri tekan kuadran II kiri, tidak terdapat pembesaran hati, ginjal tidak teraba
dan tidak ada nyeri tekan, turgor
kulit 3 detik setelah dicubit, blast tidak penuh, saat
di auskultasi bising usus 5 x/menit, tidak ada distensi abdomen dan tidak ada angioma
jaring-jaring.
(9)
Punggung
Bentuk simetris,
tidak ada kelainan, kebersihan cukup.
(10)
Genetalia dan anus
Genetalia
lengkap, penis dan scrotum ada, testis 2, anus ada, tampak bersih, tidak ada
haemoroid.
(13)
Ekstremitas atas dan bawah
(1)
Ekstremitas
atas
Bentuk
simetris, jari lengkap (10), tidak ada, tampak bersih, kuku pendek dan bersih, terdapat
bintik-bintik kemerahan, akral hangat, CRT < 3 detik, Clubing finger
( - ), reflek bisep trisep (+), reflek trisep (+).
(2)
Ekstremitas
bawah
Bentuk
simetris, jari lengkap (10), tidak ada lesi, tampak ikterik, tampak bersih,
kuku pendek dan bersih, akral hangat, CRT < 3 detik, Clubing finger ( - ),
reflek patela (+), terpasang infus D 10% 12 tpm.
5
|
5
|
5
|
5
|
8) Data Psikososial
(1)
Klien
Anak nafsu makan nya menurun, terdkadang
sukar
tidur, tidak mau jauh dari orang tua nya, anak kooperatif pada saat berkomunikasi.
(2)
Orang tua
Sedangkan
orangtua mengatakan
khawatir melihat anaknya dan orang tua ingin sekali anaknya bisa sembuh. Ibu klien sering bertanya
tentang kondisi anaknya.
9) Pola Pikir dan Persepsi
Ibu klien mengatakan cemas akan
kondisi anaknya saat ini dan Ibu klien mengatakan kurang faham tentang penyakit
anaknya
10) Data Spiritual
Orang
tua klien mengatakan beragama islam dan orang tuanya selalu berdoa kepada Allah
SWT, untuk kesembuhan anaknya, karena orang tuanya percaya bahwa anaknya akan
sembuh dan kembali sehat.
11) Data Penunjang
Pemeriksaan
labolatorium tanggal 11 Oktober 2012
No
|
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Normal
|
Interpretasi
|
1
2
3
4
5
|
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Widal
|
10,6 gr %
14.600 / ul
31,8 %
375.000/ul
TH : (+)1/80
TO :(+)1/320
|
12-16 gr%
4000-9000 / ul
40-50%
150.000-350.000/ul
TH : (-)1/40
TO : (-)1/40
|
Menurun
Meningkat
Menurun
Meningkat
TH Positif
TO Positif
|
12) Data Pengobatan
Therapi tanggal 11 Oktober
2012
No
|
Nama Obat
|
Dosis
|
Rute
|
Waktu
|
1
|
Cefotaxime
|
3 x 400 mg
|
Intra vena
|
Pukul 12.00, 20.00,
04.00 WIB
|
2
|
Cultracetine
|
3 x 350 mg
|
Intra vena
|
Pukul 10.00, 16.00,
04.00 WIB
|
3
|
Paracetamol
|
4 x ½ sendok
|
Per oral
|
Pukul 09.00, 15.00, 21. 00
WIB
|
4
|
Therapi infus RL
|
11 tpm
|
Intra vena
|
b.
Analisa Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DS :
-
Klien mengeluh badannya panas
DO :
- Klien tampak lemah
- TD 100/70 mmHg
-
Suhu 38,70C
-
N :
110x/menit
-
R :
28x/menit
-
Leukosit
14.600/ul
-
Test widal
TH : (+)1/80
TO
:(+)1/320
|
Invasi kuman salmonella thypi
↓
sebagian dimusnahkan oleh asam
lambung
↓
menyerang villi usus halus
↓
masuk ke peredaran darah (bakterimia
primer)
↓
Mencapai sel-sel hati, empedu dan
kelenjar limpoid
↓
Respon peradangan oleh Endotoksin
↓
Demam
↓
Peningkatan suhu tubuh (Hipertermia)
|
Hipertermia
|
2
|
DS :
-
Ibu klien mengatakan, klien selalu mengeluh haus
-
Klien mengatakan bibirnya sakit karena kering dan pecah-pecah
DO :
-
Hematokrit 31,8/ul
-
Mukosa bibir kering, pecah-pecah
-
Terpasang infus RL 11 TPM
-
Jumlah Cairan :
Waktu x tpm / factor
tetes
= 24 x 60 x 12 /20
= 864 cc
-
Turgor
kulit 3
detik
-
Intake
:
-
Minum : 1400 ml sehari
-
Infus : 874 cc
sehari
Jumlah :
2274 ml
-
Out
put :
-
Bak : 1500 ml sehari
-
Iwl : 30ml/kgbb
30.16 = 480 ml
Jumlah : 1980 ml
|
Invasi kuman salmonella thypi
↓
Respon peradangan oleh Endotoksin
↓
Peningkatan suhu tubuh
↓
Diaforesis meningkat
↓
Klien sering haus
↓
Gangguan Keseimbangan Volume Cairan
|
Risti Kurangnya Volume Cairan
|
3
|
DS :
-
Ibu klien mengatakan nafsu makan anaknya berkurang
-
Klien mengeluh lidahnya terasa pahit
-
Klien mengeluh mual
DO :
-
Klien tampak menghabiskan 3-4 sendok bubur lunak
-
Lidah kotor terdapat selaput puti.
-
Klien tampak lemah
-
BB sebelum sakit
: 17
Kg BB sekarang : 16 Kg
-
LILA : 14 cm
-
HB : 10,6 gr %
|
Invasi kuman salmonella thypi
↓
sebagian dimusnahkan oleh asam
lambung
↓
menyerang villi usus halus
↓
masuk ke peredaran darah (bakterimia
primer)
↓
Mencapai sel-sel hati, empedu dan
kelenjar limpoid
↓
Merangsang pusat Mual
↓
Anoreksia
↓
Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
4
|
DS :
-
Ibu klien mengatakan klien hanya terbaring di tempat
tidur karena harus bedrest
-
Klien mengeluh lemah dan lemas
-
Ibu klien mengatakan hanya bisa memandikan klien dengan
cara dilap ditempat tidur karena klien tidak kuat untuk berdiri
-
Klien mengeluh nyeri pada badannya bila bergerak
DO :
-
Klien tampak terbaring lemah di tempat tidur
-
Klien makan tampak dibantu orang tua (disuapi)
-
Klien mandi hanya dilap oleh ibu klien di tempat tidur
|
Invasi kuman salmonella thypi
↓
Terjadi peningkatan suhu tubuh
↓
Bedrest total
↓
Gangguan Pola Aktivitas
|
Gangguan pola aktivitas
|
5
|
DS :
-
Ibu klien mengatakan cemas akan kondisi anaknya saat
ini
-
Ibu klien mengatakan kurang faham tentang penyakit
anaknya
DO :
-
Ibu klien sering bertanya mengenai kondisi anaknya saat
ini seperti kenapa panas sering tinggi pada sore hari dan malam hari, kenapa
anaknya sering berkeringat dan kenapa anaknya sering haus
|
Kurangnya Informasi tentang penyakit
klien
↓
Resti penyebaran infeksi
↓
Sumber informasi tidak adekuat
↓
Informasi baru bagi klien
↓
Kurangnya Pengetahuan tentang
prognosis Penyakit
↓
Kurang pengetahuan keluarga
|
Kurang pengetahuan keluarga
|
6
|
DS : Ibu klien mengatakan, klien belum bab sudah 4 hari
DO :
-
Perut teraba kembung
-
Bising usus 5x/menit
-
-
|
Invasi kuman salmonella thypi
↓
Menyerang vili usus
↓
Masuk ke peredaran darah
↓
Mencapai sel-sel hati, empedu, kelenjar limfoid
↓
Merangasang pusat mual
↓
Anoreksia
↓
Pemasukan nutrisi tidak adekuat
↓
Usus menyerap air berlebih
↓
Feses keras
|
Perubahan pola eliminasi / konstipasi
|
b) Diagnosa Yang Muncul Pada Klien Berdasarkan
Prioritas
a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
b. Risiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan
dengan peningkatan suhu tubuh
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang nafsu makan dan mual muntah
d. Gangguan pola aktivitas berhubungan dengan
kelemahan fisik dan istirahat total
e. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
berhubungan dengan sumber informasi tidak adekuat
f. Perubahan pola eliminasi / konstipasi berhubungan
dengan penyerapan air berlebih oleh usus
1 komentar:
Buat tambahan kti saya terima kasih tetapi tidak ada daftar pustakanya :(
Posting Komentar